Kamis, 15 Januari 2009

PUPUK ORGANIK

DISUSUN OLEH :
SUSRIYANA
NIM : 201.08.11.069


FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN, DAN BIOLOGI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2008


KATA PENGANTAR

Segala Puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya. Dari tugas yang telah diberikan oleh dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Pertanian, kami dituntut untuk menyusun dan menulis makala yang berhubungan dengan ruang lingkup pertanian. Saya memilih judul makala tentang Pupuk Organik yang telah saya susun di dalam blog ini. Saya pun berterimakasih kepada Dosen yang telah membimbing, Bapak Riwan Kusniadi STP. Di dalam blog ini saya mengulas tentang Bagaimana cara dan teknik budidaya tanaman jeruk manis yang baik dan benar. Saya harap para pembaca tidak bosan membaca blog saya ini.
Sekali lagi kepada para pembaca, saya sangat ingin dan mengharapkan saran demi kemajuan dan demi terciptanya penulisan yang akan lebih baik kedepannya. Mungkin di dalam makala ini secara tidak sengaja, terlampir oleh saya beberapa kesalahan dalam ketikan dan kesalahan dalam penulisan sehingga menyinggung perasaan oknum-oknum tertentu. Saya minta maaf sebesar-besarnya kepada semua para pembaca.
Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk membuat pupuk organic dibutuhkan sumberdaya manusia yang terampil, bahan baku, metode pembuatan pupuk organik, semangat untuk memanfaatkan limbah organik pertanian, dan pengelolaan pupuk organik selama proses pembuatan maupun penyimpanan. Bahan baku pupuk organik adalah bahan organik yaitu limbah yang berasal dari pertanian, peternakan dan perikanan. Dengan demikian bagian-bagian tanaman yang tidak dipergunakan sebelum maupun setelah proses, kotoran hewan, sisa-sisa ikan termasuk ke dalam bahan organik. Bahan-bahan organik, biasanya mengandung berbagai macam mikroorganisme yang mampu mengubah bahan organik menjadi humus. Unsur oksigen dari udara dan air, merupakan unsur utama yang dibutuhkan mikroorganisme dalam kehidupan dan perkembangbiakannya. Disamping dibutuhkan sumber makanan lain yang mengandung unsure Karbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Unsur-unsur tersebut umumnya disediakan oleh bahan organik . Pemanfaatan bahan organik telah banyak dilakukan, terutama untuk kegiatan pertanian yaitu sebagai pupuk organik. Proses pengomposan merupakan cara yang biasa digunakan untuk menghasilkan pupuk organik yang kualitasnya lebih baik dibanding bahan
organiknya.

BAB II
PEMBAHASAN

PUPUK ORGANIK
A. Pengaruh pupuk organic terhadap sifat fisik tanah
Pengaruh utama dari penambahan bahan organik adalah menurunnya bobot isi tanah dan meningkatkan kapasitas tanah pengikat air, sehingga meningkatkan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik mempengaruhi isi tanah melalui kegiatannya menurunkan densitas agregat tanah dan meningkatkan ukuran agregat. Selama proses oksidasi bahan organik ini, unsur-unsur seperti N, P, S dan sejumlah unsur-unsur lainnya di lepaskan dan menempati bagian di dalam profil tanah. Sisa bahan organic yang terdekomposisi dapat mencegah partikel tanah dari proses penggumpalan, sehingga dapat memelihara struktur tanah. Mikroorganisme dari pupuk organic mempunyai peranan penting dalam pembentukan dan stabilitas bahan organik, sehingga memberikan pengaruh yang baik pada produksi tanaman.

B. Pengaruh bahan organic terhadap fisiologi tumbuhan
Bahan organik memberi pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh langsung berupa pengambilan senyawasenyawa organik oleh tanaman melalui akar. Pengaruh yang menguntungkan dari pupuk organik terhadap fisiologi tumbuhan adalah: (1). Senyawa humus dapat berperan sebagai zat tumbuh seperti auxin, sehingga dapat meningkatkan kapasitas kecambah. (2). Meningkatkan permeabilitas membrane tanaman sehingga meningkatkan pengambilan hara. (3). Dapat mengubah metabolisme karbohidrat dari tanaman dan pada saat yang sama untuk mendorong akumulasi gula terlarut, sehingga meningkatkan tekanan osmotic tanaman. Dalam kondisi kelembaban yang rendah, hal tersebut akan mendorong resistensi yang besar terhadap kelayuan. (4). Kombinasi senyawa-senyawa organik seperti dapat meningkatkan pertumbuhan akar.

C. Proses pengomposan bahan organic
Pengomposan adalah suatu proses pengelolaan limbah padat, dengan cara bertahap komponen bahan padat diuraikan secara biologis dibawah keadaan terkendali sehingga menjadi bentuk yang dapat ditangani, disimpan atau digunakan untuk lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan. Pengomposan bahan-bahan organik, terutama pada sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan bertujuan untuk menambah tingkat kesuburan tanah. Dekomposisi bahan organic menjadi kompos bergantung pada kandungan air dan nitrogen yang cukup pada bahan serta temperatur yang sesuai. Kandungan air dan nitrogen dari protein merupakan sumber nutrisi yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme pengurai.
Untuk penguraian bahan yang optimal, sangat diperlukan pengendalian suhu agar aktivitas dan per-tumbuhan mikroorganisme dapat berlangsung dengan baik. Aktivitas biologi merupakan factor penting dalam pengomposan. Berbagai mikrorganisme terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik, antara lain bakteri, fungi, aktinomycetes, ragi, mikro-fauna protozoa, Jumlah bakteri lebih banyak dibandingkan dengan mikroorganisme lain. Proses pengomposan dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses dekomposisi secara aerobik, mikroorganisme menggunakan oksigen untuk menguraikan bahan organik dan mengasimilasi Karbon, Nitrogen, Fosfor, Sulfur dan unsur-unsur lainnya untuk sintesis protoplasma. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut. Pada proses dekomposisi secara anaerobik, reaksi biokimia berlangsung melalui proses reduksi. Tahap awal pengomposan, kelom-pok bakteri penghasil asam, heterotrof fakultatif mendegradasi bahan organik menjadi asam-asam lemah, aldehid dan seterusnya. Kelompok bakteri yang lain, merubah produk antara menjadi metana, ammonia, karbon dioksida dan hidrogen. Reaksi kimia yang terjadi selama dekomposisi bahan organic secara anaerobic. Kecepatan penguraian bahan organic menjadi kompos bergantung pada beberapa faktor yaitu: ukuran partikel, unsur hara, kandungan air, aerasi, keasaman (pH) dan suhu.
(1) Ukuran Partikel: Ukuran partikel berpengaruh pada keberhasilan proses pengomposan. Ukuran yang baik antara 10 sampai 50 mm, apabila terlalu kecil ruang-ruang antara partikel menjadi sempit sehingga dapat menghambat gerakan udara ke dalam tumpukan dan sirkulasi gas karbon dioksida keluar tumpukan. Apabila ukuran partikel sangat besar, luas permukaan kurang sehingga reaksi pengomposan akan berjalan lambat
(2) Unsur Hara: Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan memer-lukan sumber energi dari unsur karbon dan nitrogen. Unsur-unsur tersebut biasanya telah tersedia cukup dalam bahan organik, bahkan kebanyakan unsur hara lainnya akan tersedia pula dalam jumlah yang cukup. Untuk mempercepat proses pengomposan, dibutuhkan bahan organik yang memiliki rasio C/N relative rendah yaitu berkisar antara 25 sampai 35/liter dalam campuran pertama. Apabila rasio C/N lebih besar, proses pengom-posan akan memakan waktu lebih lama,hingga pembentukan karbon dioksida dari oksidasi unsur karbonberkurang. Sebaliknya apabila rasio C/N lebih kecil, nitrogen dalam bahan organik akan dibebaskan sebagai amoniak. Cara paling sederhana untuk menyesuaikan rasio C/N ialah dengan mencampur berbagai bahan organic yang mempunyai rasio C/N tinggi dengan bahan yang mempunyai rasio C/N rendah. Hal ini dapat dilakukan misalnya bahan berjerami dicampur dengan tinja, kotoran hewan yang mempunyai rasio C/N lebih rendah. Makin tinggi tingkat dekom-posisi dari bahan organik, makin kecil rasio C/N. Pada rasio C/N rendah tidak ada persaingan antara akar tumbuhan dengan mikroorganisme dalam menggunakan unsur nitrogen dalam tanah.
(3) Kandungan Air: Kandungan air pada bahan organic sebaiknya antara 30– 40%, hal ini ditandai dengan tidak menetesnya air apabila bahan di-genggam dan akan mekar apabila genggaman dilepaskan. Kandungan air bahan terlalu tinggi, ruang antar partikel dari bahan menjadi sempit karena terisi air, sehingga sirkulasi udara dalam tumpukan akan terhambat. Kondisi tersebut berakibat pada tumpukan bahan akan didominasi oleh mikroorganisme anaerob yang menghasilkan bau busuk tidak sedap.
(4) Aerasi: Dalam proses pengomposan, mikroorganisme dalam bahan organik sangat memerlukan jumlah udara yang cukup, karena prosesnya ber-langsung secara aerob. Aerasi dapat diperoleh melalui gerakan udara dari alam masuk ke dalam tumpukan dengan membulak-balik bahan secara berkala, baik menggunakan mesin maupun dengan tangan/cangkul. (5). Keasaman (pH): Pada tahap awal pengomposan, akan terjadi perubahan pH yaitu bahan agak asam, karena terbentuk asam organik sederhana, selanjutnya pH berangsur naik, karena terlepasnya ammonia (bersifat basa) dari hasil penguraian protein. Keadaan basa yang terlalu tinggi, menyebabkan selama proses pengomposan kehilangan nitrogen secara berlebihan. (6). Suhu: Dalam proses pengomposan, sebagian energi dibebaskan se-bagai panas. Pada tahap awal suhu tumpukan bahan sekitar 400C, mikro-organisme yang terlibat adalah bakteri dan fungi mesofilik. Selanjutnya suhu bahan naik hingga di atas 400C, mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme termofilik, actinomycetes dan fungi termofilik. Setelah suhu berangsur turun, maka mikroorganisme mesofilik muncul kembali, selanjutnya, gula dan pati mengalami perombakan, diikuti oleh perombakan hemi-selulosa, selulosa dan akhirnya lignin. Suhu ideal dalam pengomposan antara 300C sampai 450C.

D. Standar Pupuk Organik
Berdasarkan atas berbagai fakta yang dikemukakan oleh para pakar dan sumber informasi yang lain yang berkaitan dengan kelembagaan atau organisasi maka dari asfek administrasi yang perlu mendapatkan perhatian adalah spesifikasi produk akhir pupuk organik. Petani sebagai konsumen akan memperhatikan kandungan hara dan air. Spesifikasi produk sangat tergantung pada masing-masing negara sebagai contoh nilai minuman untuk NPK paling tidak 1.5%-3.0% dan 1.0%-1.5%; beberapa negara seperti Filipina, hanya membuat spesfikasi untuk kombinasi NPK secara total 4%-5% dan 5%-6% tanpa memisahkan secara spesifik untuk masing-masing hara. Kandungan lengas tidak boleh melampaui 15%-25% jika terlalu kering tidak baik karena akan terjadi inaktivasi gugus aktif yang salah satunya menyebabkan pupuk menjadi hidropobik.
Kandungan total bahan organic paling tidak 20% tetapi dapat lebih tinggi apabila produk organik tersebut tidak dijual sebagai bahan pupuk organic tetapi sebagai bahan pembenah tanah, dan pemakai secara intensif menggunakan pupuk organik untuk meningkatkan kandungan bahan organic tanah. Kriteria kualitas bahan organic yang berkaitanb dengan kandungan bahan organik adalah nisbah C/N. Bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai nisbah C/N anatara 10/1 seperti dalam definisi standar ISO cukup jelas, bahwa kandungan utama pupuk organik adalah karbon dalam bentuk senyawa organik, mikrorganisme memanfaatkan sebagai sumber energi kemudian bahan ternisbah C/N yang tinggi pada produk akhir menunjukan mikroorganisme akan aktif memanfaatkan nitrogen untuk membentuk protein. Apabila produk pupuk organik dengan nisbah C/N tinggi diaplikasikan kedalam tanah maka mikrorganisme akan tumbuh dengan memanfaatkan N– tersedia tanah, sehingga tanah terjadi imobilisasi N. Apabila nisbah C/N rendah pada awal proses pengomposan maka nitrogen akan hilang melalui proses penguapan amonium.
Keasaman (pH) harus masuk dalam kriteria kualitas pupuk organik, berkisar netral, pH 6.5 – 7.5. dalam kondisi normal tidak akan menimbulkan masalah, sejauh proses pengomposan yang dilakukan dapat mempertahankan pH pada kisaran netral. Apabila produk pupuk organic mengandung satu atau lebih unsure mikro, maka hal ini harus dijelaskan dan dimasukan dalam label. Spesifikasi lain yang perlu diperhatikan pada pupuk organik adalah warna, tekstur, bebas dari patogen, logam berat, atau unsure lain, partikel yang tidak dikehendaki. Tidak ada konsumen atau pemakai pupuk organik yang menghendaki terluka karena serpihan gelas atau logam, atau tidak ingin dalam karung pupuk organik penuh dengan batu atau kerikil. Patogen dan logam berat biasanya berasal dari limbah cair dan sampah kota. Mungkin perlu juga diinformasikan dalam stendar baku, penggunaan bahan inokulan atau bahan lain yang bertujuan untuk mempercepat pengomposan. Pada umumnya yang banyak digunakan adalah mikrorganisme seperti Trichorderma spp.


E. Karakteristik Umum Pupuk Organik
Karakteristik pupuk organik adalah sebagai berikut: (a). Hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. (b). Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah merubah bahan-bahan yang kompleks dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. (c). Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diper-lukan tanaman. Untuk membuat kompos organic dapat dilakukan melalui beberapa cara:

F. Pengomposan Bahan Organik Secara Konven-sional
Bahan yang akan digunakan dipotong-potong menjadi sekitar 3-5 cm, sehingga diperoleh ukuran bahan yang seragam. Selanjutnya, timbang semua bahan dengan berat masing-masing 1 bagian kecuali kotoran ternak 3 bagian. Campurkan semua bahan dengan diaduk-aduk sampai homogen/merata sambil disiram air sehingga pada saat campuran dikepal mengeluarkan tetesan air. Komposkan campuran bahan dengan cara menumpukan pada tanah/lantai setinggi kira-kira 1 m, selanjutnya ditutup karung goni/plastic pada seluruh permukaannya. Proses pengom-posan dapat berlangsung 2 sampai 3 minggu, tergantung dari jenis bahan Lakukan pengamatan dan catat setiap hari kenaikan suhu dan perubahan warna tumpukan bahan. Kegiatan ini untuk mengetahui apakah proses pengomposan dapat berlangsung baik atau tidak, yaitu dengan adanya kenaikan suhu dan perubahan warna selama proses.
Tumpukan bahan diaduk setiap tiga hari sekali secara merata dan ditutup kembali. Kegiatan ini untuk menghindari kelebihan suhu dan diharapkan proses penguraian dapat berlangsung pada seluruh permukaan bahan. Akhiri proses pengomposan apabila telah memenuhi kreteria: suhu telah turun dan stabil, warna coklat kehitaman, sebagian besar bahan telah lapuk, bau khas kompos. Kompos yang dihasilkan perlu diuraikan lebih lanjut dengan menambah waktu pengomposan secara alami atau menggunakan cacing tanah selama 2–3 minggu.

G. Pengomposan Bahan Organik Dengan Menggu-nakan Starter Mikroba Pengurai (Bio-Komplek).
Pada tahap pertama, siapkan sediaan starter mikroba dengan cara melarutkan biakan mikroba (biokomplek) ke dalam air 4-5 gram/liter, selanjutnya inkubasi pada suhu kamar sekitar 24 jam (sehari sebelum proses pengomposan). Starter adalah komponen biologis jenis mikroorganisme yang efektif jika bersimbiosis dengan satu jenis tanaman, maka cara penggunaannya pun harus bersamaan dengan tanaman inangnya. Starter bakteri Rhizobium akan efektif jika digunakan dengan tumbuhan inang jenis legum. Oleh sebab itu Rhisobium lebih cocok digunakan dalam program penyuburan tanah, dengan menggunakan tanaman legum sebagi pupuk hijau. Keuntungan yang diperoleh dari residu legum tergantung dari jumlah residu dan mineralisasinya.
Akumulasi nitrogen akan terjadi pada biji legum, oleh sebab itu dalam program penyuburan tanah, tanaman legume harus dipanen dan dibenamkan ke dalam tanah sebelum terjadi pembentukan biji. Dengan cara tersebut maka akumulasi nitrogen yang terdapat pada bintil akar akan menjadi cadangan bagi tanaman berikutnya. Beberapa jenis tanaman legum seperti kacang tanah, kacang babi dan kacang tunggak mempunyai efek residu nitrogen sebesar 20-50 kg N per ha. Jenis-jenis tanamn legum tersebut sangat cocok dipakai sebagai tanaman inang bagi Rhizobium. Starter Gliocladium mudah diperbanyak dalam media serbuk kayu dan sekam dan dapat efektif tanpa tanamn inang.
Jenis pupuk hayati Gliocladium yang juga merupakan biokontrol, cara penggunaannya sama dengan pupuk organic kompos, sehingga sering disebut Gliokompos. Efek dari penggunaan pupuk hayati terhadap tanaman tidak dapat dilihat secara langsung seperti penggunaan pupuk kimia. Efek penggunaan pupuk hayati akan dirasakan manfaatnya pada jangka panjang, namun penggunaan pupuk hayati tidak akan menimbulkan efek samping yang merugikan bagi tanaman, lahan pertanian serta lingkungan. Langkah selanjutnya kecilkan ukuran bahan yang masih panjang dengan dipotong-potong menjadi sekitar 3-5 cm, sehingga diperoleh ukuran bahan yang seragam! Lakukan penimbangan untuk semua bahan dengan berat masingmasing 1 bagian kecuali kotoran ternak 3 bagian! Kemudian campurkan semua bahan dengan diaduk-aduk sampai homogen/ merata sambil disiram air starter pada no 1 sebanyak 1 liter pada setiap 50 kg campuran bahan organik. Tambahkan air pada saat mencampur, sehingga pada saat campuran dikepal mengeluarkan tetesan air.


BAB III
KESIMPULAN

pupuk organik memiliki karakteristik sebagai berikut : Hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. (b). Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikrobia tanah merubah bahan-bahan yang kompleks dan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. (c). Penyediaan hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diper-lukan tanaman. Pengomposan merupakan suatu proses pengelolaan limbah padat, dengan cara bertahap komponen bahan padat diuraikan secara biologis dibawah keadaan terkendali sehingga menjadi bentuk yang dapat ditangani, disimpan atau digunakan untuk lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan.


DAFTAR PUSTAKA

Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. 394 Agromedia Pusaka, Jakarta. 50 hal

Jamaran, I. 1998. Penerapan Bioteknologi dalam Menghasilkan Produk Agribisnis yang Berdaya Saing Tinggi. Prosiding Seminar Kebangkitan Agribisnis Indonesia, Jakarta. 107 hal

Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 130 halaman

Wisnuwati, 1999. Produksi Kompos dengan Tehnologi Effective Microorganism (EM). Modul. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.